Selasa, 25 Mei 2010

Sebuah Renungan Kematian

Ada salah seorang pengembara dan syetan. Cerita ini berawal dari perjalanan sang pengembara. Sang pengembara tersebut, melakukan perjalanan untuk menyusuri puluhan desa. Namun, hikmah dari ceriat ini bukanlah keberhasilan sang pengembara untuk melewati desa-desa trsebut dan tujuan dia untuk mengarungi desa-desa tersebut. Namun, yang menjadi hikmah dari cerita ini yaitu, keteguhan hati sang pengembara untuk berpegangteguh pada agama allah dan rasulnya. Keteguhan seorang hamba untuk selalu mengingat pada sang khalik.

Cerita ini dimulai dari perjalanan sang pengembara tersebut, dalam mengarungi desa-desa. Pada saat dia berjalan di desa pertama, saat dia melewati desa pertama, dia melihat ada sebuah rumah besar yang penuh dengan barang-barang mewah tanpa ada yang menghuninya. Kemudian, syetan dengan sekuat tenaga membujuk sipemgembara tersebut. “hai, lihatlah, ada rumah mewah, banyak barang-barang mewah, namun tak ada yang menghuninya, cepatlah......cepatlah kau ambil, dan kayalah kamu”. Begitulah bujuk syetan kepada sang pengembara. Dan pengembarqa tersebut menjawab, “rumahku sudah teramat dekat”. Pada desa pertama, syetan tak berhasil membujuk pengembara tersebut.

Kemudian, dia – pengembara – sampai pada desa kedua, dan dia melihat seorang pelacur yang terduduk, dengan merayu-rayu. Dengan kesempatan yang terbuka lebar, syetan berusaha membujuk pengembara tersebut. “Hampirilah, puaskan syahwatmu, tidak ada orang yang tahu”. Kemudian, sang pengembara berkata, “rumahku sudah teramat dekat”. Begitu sang pengembara menjawab bujukan dari syetan, sampai desa yang terakhir. Syetan dengan kebingungannya, bertanya kepada sang pengembara, “hai pengembara, kau tadi bilang, rumahmu teramat dekat, namun, sampai desa kesepuluh, kau belum sampai rumahmu, apa sebenarnya maksudmu dengan ‘rumahku teramat dekat’?”.

Sang pengembara menjawab. Sesungguhnya aku teramat dekat dengan rumahku kelak, rumah yang kekal, yakni KEMATIAN.

Dari ilustrasi cerita tersebut, maka kita dapat mengambil hikmahnya, yakni kematian teramat dekkat dengan kita, manusia. Kapan waktunya, kita tidak tahu, dan tidak ada yang tahu kecuali Dia, sang pemberi dan pencabut nyawa. Jadi, segala perbuatan yang kita lakukan, maka seharusnya lebih kita kontrol, dan kita fikirkan matang-matang. Apakah perbuatan kita merupakan perintah, atau malah larangan, yang bila kita laksanakan, maka hanya akan memberikan murka ALLAH pada kita selaku hambanya... wallahua`lam.

Tidak ada komentar: